Rabu, 24 Juni 2009

Hadits Pada Masa Tabiin dan Tabi’ Tabiin

Hadits Pada Masa Tabiin dan Tabi’ Tabiin

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dinobatkan akhir abad pertama hijrah, yakni tahun 99 hijrah datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadits. Umar bin Abdul Azis seorang khalifah dari Bani Umayyah terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.

Beliau sangat waspada dan sadar, bahwa para perawi yang mengumpulkan hadits dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya, karena meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadits dari para perawinya, mungkin hadits-hadits itu akan lenyap bersama lenyapnya para penghafalnya. Maka tergeraklah dalam hatinya untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi dari para penghafal yang masih hidup. Pada tahun 100 H Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkah kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm supaya membukukan hadits-hadits Nabi yang terdapat pada para penghafal.



Umar bin Abdul Azis menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm yang Artinya: “Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari hadits Rasul lalu tulislah. karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan diterima selain hadits Rasul SAW dan hendaklah disebarluaskan ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu dirahasiakan. “

Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat kepada Gubernur lain agar mengusahakan pembukuan hadits. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri. Kemudian Syihab Az-Zuhri mulai melaksanakan perinea khalifah tersebut. Dan Az-Zuhri itulah yang merupakan salah satu ulama yang pertama kali membukukan hadits.

Dari Syihab Az-Zuhri ini (15-124 H) kemudian dikembangkan oleh ulama-ulama berikutnya, yang di samping pembukuan hadits sekaligus dilakukan usaha menyeleksi hadits-hadits yang maqbul dan mardud dengan menggunakan metode sanad dan isnad.

Metode sanad dan isnad ialah metode yang digunakan untuk menguji sumber-sumber pembawa berita hadits (perawi) dengan mengetahui keadaan para perawi, riwayat hidupnya, kapan dan di mana ia hidup, kawan semasa, bagaimana daya tangkap dan ingatannya dan sebagainya. Ilmu tersebut dibahas dalam ilmu yang dinamakan ilmu hadits Dirayah, yang kemudian terkenal dengan ilmu Mustalahul hadits.

Setelah generasi Az-Zuhri, kemudian pembukuan hadits dilanjutkan oleh Ibn Juraij (w. 150 H), Ar-Rabi’ bin Shabih (w. 160 H) dan masih banyak lagi ulama-ulama lainnya. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pembukuan hadits dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempuma. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada pertengahan abad II H. dilakukan upaya penyempunaan. Mulai waktu itu kelihatan gerakan secara aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan, termasuk pembukuan dan penulisan hadits-hadits Rasul SAW. Kitab-kitab yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang sampai kepada kita, antara lain AI-Muwatha‘ oleh imam Malik (w 179 H), AI Musnad oleh Imam Asy-Syafi’l (w 204 H).

Pembukuan hadits itu kemudian dilanjutkan secara lebih teliti oleh Imam-lmam ahli hadits, seperti Bukhari, Muslim, Turmuzi, Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, dan lain-lain

Dari mereka itu, kita kenal Kutubus Sittah (kitab-kitab) enam yaitu:

Sahih AI-Bukhari (w 256H),

Sahih Muslim (w 261H),

Abu Dawud (w 275H),

At-Turmuzi (w 267H),

Sunan An-Nasai (w 303H), dan

Ibnu Majah (w 273H).

Tidak sedikit pada “masa berikutnya dari para ulama yang menaruh perhatian besar kepada Kutubus sittah tersebut beserta kitab Muwatta dengan cara mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau meneliti sanad dan matan-matannya

0 komentar:

Posting Komentar

-

SEPUTAR INDONESIA

SEPUTAR JAWA TIMUR

SEPUTAR PONOROGO

-

KOMENTAR

LINK

LINK 1
LINK 2
LINK 3
LINK 4
LINK 5

Pengunjung

Counters

SHOUTBOX

 
Contoh 1 © 2008 All right reserved │ Design By R - CHAM