Jumat, 26 Juni 2009

Wayang Klithik

Sebagai sarana hiburan dan penerangan terhadap masyarakat. Wayang klitik timbul pada masa berkembangnya agama Islam di Jawa sekitar abad 16 - 17. Pencipta wayang klitik adalah SUNAN KUDUS. Wayang ini disebut klitik karena mengandung arti KECIL (Klitik). Di dalam pertunjukkan ada yang mengambil cerita Mahabarata - Ramayana ada pula yang mengambil cerita Minakjinggo - Damarwulan.
Wayang klitik terbuat dari kayu pipih yang dibentuk dan disungging menyerupai Wayang Kulit Purwa. Pada Wayang Klitik, cempuritnya merupakan kelanjutan dari bahan kayu pembuatan wayangnya. Wayang ini diciptakan orang pada tahun 1648.


Pementasan Wayang Klitik juga diiringi oleh gamelan dan pesinden, tetapi tanpa menggunakan kelir sehingga penonton dapat melihat secara langsung bentuk wayang klitik, mirip pertunjukan wayang golek di tatar Sunda.



Wayang klitik banyak ditemukan di kota-kota Jawa Tengah. Seperti misalnya di Kudus, Jawa Tengah. Di sini wayang klitik masih berkembang. Wayang klitik biasa ditampilkan di hajatan perkawinan, upacara bersih desa, berbagai upacara desa lainnya. Di sini wayang klitik seakan disakralkan.

Wayang ini disebut klitik, bukan saja karena kecil ukurannya, tapi dimungkinkan karena bunyi klitik yang terjadi saat masing-masing tokoh dalam wayang ini saling beradu. Bunyi benturan terdengar dari wayang yang berbahan dasar kayu jati ini.

Di Wonosoco, sebuah desa di Kudus tadi, seluruh peralatan serta 52 buah tokoh wayang yang ada, merupakan warisan turun temurun dari pendahulunya. Tak banyak yang tahu siapa pencipta dan pembawa wayang klitik hingga sampai di Wonosoco ini. Konon, kesenian wayang klitik tumbuh seiring masuknya agama Islam di tanah Jawa, khususnya Kudus.

Tidak dipilihnya kulit sebagai bahan dasar wayang, diyakini erat kaitannya dengan dikeramatkannya sapi oleh pemeluk agama Hindu saat itu. Sehingga akhirnya, dipilihlah kayu jati sebagai bhan dasar wayang.

Peran sentral jenis kesenian ini ada pada sang dalang. Dan di Wonosoco, untuk belajar dalang tidak dilakukan secara khusus. Mereka yang berminat biasanya mengikuti sang dalang dan akan memperhatikan gerak-gerik sang dalang saat manggung. Hanya itu prosesnya, selebihnya lebih banyak dilakukan sambil jalan dan dibutuhkan keingin-tahuan dari calon dalang.

Satu kelompok kesenian wayang klitik biasanya berjumlah 18 orang, yang dipimpin langsung oleh sang dalang dengan dibantu asistennya. Sisanya adalah 2 orang pesinden dan para penabuh gamelan.

Sepintas orang akan mengira, bentuk dan cerita wayang klitik mirip dengan kesenian wayang kulit yang lebih dulu popular di tanah Jawa. Namun nyatanya berbeda.

Isi cerita wayang klitik berkisar pada babad tanah Jawa atau cerita rakyat mengenai legenda tanah Jawa, semisal Panji Semirang. Sementara pada kesenian wayang kulit yang diangkat adalah cerita Ramayana dan Mahabharata.

Wayang klitik di Wonosoco tetap bertahan, hanya karena keinginan masyarakatnya menjaga kesenian khas mereka. Wayang klitiklah yang kerap tampil di keramaian yang diselenggarakan di sini. Wayang klitik akan terus ada meski hanya sebegitu saja.


0 komentar:

Posting Komentar

-

SEPUTAR INDONESIA

SEPUTAR JAWA TIMUR

SEPUTAR PONOROGO

-

KOMENTAR

LINK

LINK 1
LINK 2
LINK 3
LINK 4
LINK 5

Pengunjung

Counters

SHOUTBOX

 
Contoh 1 © 2008 All right reserved │ Design By R - CHAM